Penalaran Deduktif

Penalaran deduktif adalah suatu penalaran yang berpangkal pada suatu peristiwa umum, yang kebenarannya telah diketahui atau diyakini, dan berakhir pada suatu kesimpulan atau pengetahuan baru yang bersifat lebih khusus.

Bentuk standar dari penalaran deduktif adalah silogisme. Silogisme yaitu proses penalaran di mana dari dua proposisi (sebagai premis) ditarik suatu proposisi baru (berupa konklusi). Premis adalah suatu pernyataan yang berguna sebagai dasar dalam penarikan kesimpulan

Ada beberapa macam silogisme. Silogisme yang akan dipaparkan berikut ini adalah silogisme kategorial. Silogisme kategorial adalah suatu bentuk argument yang bersifat deduktif, yang mengandung tiga proposisi kategorial, yakni dua premis dan satu kesimpulan. Masing-masing premis itu yakni premis umum atau premis mayor (biasa disingkat PU), premis khusus/premis minor (PK)

Konklusi atau kesimpulan yang dirumuskan harus dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penarikan kesimpulan model deduktif ini yakni (1) premis harus benar, (2) penalaran yang menuju pada kesimpulan juga harus benar

Kriteria Silogisme
Premis Umum (PU): menyatakan bahwa semua anggota golongan tertentu (semua A) memiliki sifat atau hal tertentu (=B)

Premis Khusus (PK): menyatakan bahwa sesuatu atau seseorang itu (=C) adalah anggota golongan tertentu itu (=A)

Kesimpulan (K): menyatakan bahwa sesuatu atau seorang itu (=C) memiliki sifat atau hal tersebut pada B (=B)

Dari kriteria silogisme di atas, jika dirumuskan akan menjadi:
PU --> semua A = B
PK --> C = A
K   --> C = B

Contoh:
PU = semua buruh pertambangan memakai helm
PK = Joko buruh pertambangan
K = Joko pasti memakai helm

Silogisme Negatif
Silogisme negatif adalah silogisme yang salah satu premisnya bersifat negatif. Silogisme ini biasanya pada salah satu premisnya ditandai oleh kata-kata ingkar (bukan/tidak)
Contoh:
PU = semua penderita TBC tidak boleh merokok
PK = Budi penderita TBC
K = Budi tidak boleh merokok

Entimem
Kadang-kadang dalam berbicara, khususnya dalam mengemukakan sesuatu hal seseorang tidak ingin berpanjang lebar. Pada saat tertentu orang ingin mengemukakan secara praktis dan tepat sasaran. Dengan demikian apabila kita berpikir dengan silogisme dirasakan terlalu panjang. Oleh karena itu acapkali pembicara langsung menyatakan kesimpulannya saja dan tidak disertai dengan proposisi-proposisinya. Silogisme yang dipersingkat itulah yang disebut dengan ENTIMEM.

Rumus entimem C = B karena C = A

Contoh:
Dua contoh silogisme di atas dapat dijadikan entimem sebagai berikut
1. Joko pasti memakai helm karena Joko seorang buruh tambang
2. Budi tidak boleh merokok karena Budi penderita TBC

Penalaran Induktif

Penalaran merupakan suatu proses berpikir yang membuahkan pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan melalui penalaran tersebut mempunyai dasar kebenaran maka proses berpikir itu harus dilakukan dengan suatu cara dan prosedur tertentu.
Penarikan kesimpulan dari proses berpikir dianggap valid bila proses berpikir tersebut dilakukan menurut cara tertentu tersebut. Cara penarikan kesimpulan seperti ini disebut sebagai logika. Logika dapat didiefinisikan secara luas sebagai pengkajian untuk berpikir secara valid. Dalam penalaran ilmiah, sebagai proses untuk mencapai kebenaran ilmiah dikenal dua jenis cara penarikan kesimpulan yaitu logika induktif dan logika deduktif.
Logika induktif berkaitan erat dengan penarikan kesimpulan dari kasus-kasus individual nyata yang sifatnya khusus dan telah diakui kebenarannya secara ilmiah menjadi sebuah kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan logika deduktif adalah penarikan kesimpulan yang diperoleh dari kasus yang sifatnya umum menjadi sebuah kesmpulan yang ruang lingkupnya lebih bersifat individual atau khusus.
Penalaran Induktif
Induksi merupakan cara berpikir dengan menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Penalaran induktif dimulai dengan mengemukakan pernyataaann-pernyataan yang ruang lingkupnya khas dan terbatas dalam menysusun argumentasi yang diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum.
Ada tiga bentuk penalaran induktif. Ketiga bentuk tersebut adalah (1) generalisasi, (2) analogi, dan (3) hubungan kausal

1.  Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang mengandalkan beberapa pernyataan yang mempunyai sifat tertentu untuk mendapatkan simpulan yang bersifat umum
Contoh generalisasi :
a.       Jika dipanaskan, besi memuai.
Jika dipanaskan, tembaga memuai.
Jika dipanaskan, emas memuai.
Jika dipanaskan, platina memuai
Jadi, jika dipanaskan, logam memuai.
b.      Jika ada udara, manusia akan hidup.
Jika ada udara, hewan akan hidup.
Jika ada udara, tumbuhan akan hidup.
Jadi, jika ada udara mahkluk hidup akan hidup.

2. Analogi
Cara penarikan penalaran dengan membandingkan dua hal yang mempunyai sifat yang sama.


Contoh analogi
a.       Nina adalah lulusan Akademi Kemasyarakatan. Nina dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Ali adalah lulusan Akademi Kemasyarakatan. Oleh Sebab itu, Ali dapat menjalankan tugasnya dengan baik.
b.      Eka dan Eki adalah saudara kembar. Mereka ska makan makanan yang sama, suka menonton film yang sama, dan suka memakai pakaian yang sama. Sesuatu yang menjadi idolanya juga sama. Pokoknya segala keinginan mereka hampir semuanya sama. Tono dan Tini juga saudara kembar. Bertolak dari perilaku Eka dan Eki, seorang psikolog berkesimpulan bahwa Tono dan Tini tentu mempunyai kesenangan yang tidak jauh berbeda.

3. Hubungan kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubunga. Gejala-gejala tersebut berhubungan secara sebab-akibat
Macam hubungan kausal :
a.       Sebab- Akibat.
Dalam hubungan ini, pertama-tama dikemukakan peristiwa-peristiwa yang menjadi sebab, baru kemudian disimpulkan dengan akibatnya
Contoh
Budi anak yang malas. Tiap hari kerjanya hanya ramai dan suka mengganggu temannya. Pada saat jam pelajaran sedang berlangsung, ia selalu tidur di kelas. Padahal guru sering menegur. Teguran dan nasihat guru selalu diabaikan. Di rumah, ia juga tidak pernah belajar. Kesenangannya hanya bermain dan bermain. Sehingga saat ujian akhir, Budi harus puas meratapi nasibnya. Dialah satu-satunya siswa yang tidak lulus ujian.
b.      Akibat- Sebab.
Dalam hubungan ini, yang dikemukakan pada bagian awal adalah peristiwa-peristiwa yang merupakan akibat. Selanjutnya barulah dipaparkan akibatnya
Contoh
Banjir bandang melanda daerah-daerah dataran rendah. Banjir itu datang dengan tiba-tiba. Dalam sekejap, daerah itu telah tergenang air. Padahal di daerah itu tidak terjadi hujan. Tidak ada petir atau Guntur yang menggelegar. Setelah beberapa jam kemudian diketahui bahwa banjir itu datang dari daerah hulu sungai. Kabarnya, jauh sebelumnya, daerah hulu sungai hujan deras. Sungai-sungai kecil tidak mampu menampung air hujan yang mengalir. Aliran itu berkumpul menjadi banjir besar yang datang tak terduga di daerah dataran rendah.
c.       Sebab- Akibat 1 – Akibat 2.
Dalam hubungan ini, dikemukakan suatu sebab dapat menimbulkan lebih dari satu akibat. Akibat yang pertama dapat menimbulkan akibat-akibat yang lain.
Contoh:
Setiap menjelang lebaran, arus mudik sangat ramai. Seminggu sebelum lebaran penumpang sudah berjubel. Saat-saat seperti ini sudah barang tentu harus disediakan kendaraan-kendaraan cadangan untuk menampung arus penumpang. Kelebihan armada pengangkutan mau tidak mau mengakibatkan arus lalu lintas menjadi sangat padat. Kesemrawutan arus di jalan tidak jarang menimbulkan kemacetan di mana-mana. Lebih dari itu bahkan tidak jarang terjadi kecelakaan. Kesemrawutan, kemacetan, dan kecelakaan itu pada gilirannya akan menghambat perjalanan mudik itu sendiri.